Informasi Banjarmasin - Habar Banua Kalimantan

Waspada Radikalisme, Pemuda di HSS Diajak Jadi Garda Terdepan Perdamaian

 

Wakil Bupati HSS H. Suriani, bersama narasumber dari Densus 88, akademisi, dan mantan napiter, saat memberikan edukasi tentang bahaya radikalisme kepada pemuda di Kandangan.


HULU SUNGAI SELATAN – Dalam upaya memperkuat ketahanan sosial dan mencegah bahaya radikalisme, sejumlah tokoh penting di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) menyerukan pentingnya peran aktif pemuda sebagai agen perdamaian dan pembangunan bangsa.


Wakil Bupati HSS, H. Suriani, S.Sos, M.AP, menegaskan bahwa pemuda adalah garda terdepan pembangunan.


Ia mendorong generasi muda untuk tidak hanya berfokus menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), namun juga terus menggali potensi diri agar mampu bersaing di tengah tantangan zaman.

“Pemuda harus ambil peran secara positif dalam membangun HSS. Jaga persatuan, rawat keberagaman, dan jauhi pengaruh radikalisme yang bisa memecah belah,” tegas Suriani.


Ia juga mengingatkan agar bijak menggunakan media sosial. Pasalnya, media digital kerap dimanfaatkan jaringan radikal untuk menyebarkan paham ekstrem.


“Kita harus kritis, tidak gampang terprovokasi, dan selalu cek kebenaran informasi yang beredar,” tambahnya.


Kepala Tim Pencegahan Densus 88 Wilayah Kalimantan Selatan, Ipda Halim Sumartono, turut menekankan pentingnya memperkokoh ideologi bangsa dan nilai-nilai toleransi. 


Menurutnya, usia muda sangat rentan terpapar radikalisme karena sedang dalam fase pencarian jati diri. Paparan awal sering datang dari media sosial, lalu berlanjut ke pertemuan tertutup dan pengajian eksklusif.


“Intoleransi adalah akar dari radikalisme dan terorisme. Mari kita jaga kerukunan antar umat beragama, suku, dan kelompok. Perbedaan jangan jadi alasan untuk konflik, tapi justru sebagai kekuatan bangsa,” ujarnya.


Ia juga mengajak masyarakat untuk menjaga empat konsensus dasar bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bentuk nyata dalam mencegah radikalisme.



M. Zain Maulana, mantan narapidana kasus terorisme di HSS, turut hadir membagikan pengalaman hidupnya. Ia mengaku terpapar radikalisme saat menempuh pendidikan di pondok pesantren dan sempat menolak pelajaran kewarganegaraan serta upacara bendera akibat pengaruh ajaran kebencian.


“Saya mengira perjuangan harus dengan senjata dan amarah. Ternyata, itu bukan jalan yang benar. Kini saya sadar, membangun bangsa bisa dimulai dari pengetahuan, cinta kasih, dan karya nyata,” ucap Zain.


Ia mengajak para pemuda untuk tidak berhenti belajar, berdiskusi, dan membuka diri terhadap perbedaan. “Gunakan semangat muda untuk membangun, bukan menghancurkan. Lawan narasi kebencian dengan ilmu dan kebaikan,” tambahnya.


Sementara itu, Akhmad Zaky Yamani, SH, MH, akademisi IAI Darul Ulum Kandangan, menekankan pentingnya penguatan jejaring komunitas pemuda. Menurutnya, jejaring antar komunitas dapat membentuk ekosistem sosial yang inklusif dan menurunkan potensi konflik di tengah masyarakat yang beragam.


“Komunitas pemuda yang saling terhubung akan lebih kuat dalam membentuk narasi damai dan menangkal retorika perpecahan. Ini bukan sekadar silaturahmi, tapi ruang strategis untuk menyatukan visi kebangsaan,” jelas Zaky.


Ia pun mengingatkan anak muda untuk lebih selektif dalam memilih konten di media sosial dan tidak mudah menyebarkan informasi yang belum terverifikasi. (rif)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama