Informasi Banjarmasin - Habar Banua Kalimantan

Hj. Ananda: Kesadaran Sosial Harus Dibentuk Sejak Dini, Bukan Karena Takut Sanksi

Hj. Ananda: Kesadaran Sosial Harus Dibentuk Sejak Dini, Bukan Karena Takut Sanksi


BANJARMASIN - “Kalau kita terus memberi uang ke manusia silver, itu sama saja kita membiarkan mereka tumbuh di tempat yang salah,". Hal itu ditegaskan Wakil Wali Kota Banjarmasin, Hj. Ananda di hadapan para pelajar SMPN 23 Banjarmasin, Rabu (14/5/2025).


Kembali, Nanda mengutarakan dua kebiasaan umum yang kini tak lagi bisa dianggap remeh yaitu memberi uang ke pengemis jalanan atau manusia silver serta membuang sampah sembarangan. Keduanya dianggap sebagai akar dari kekacauan sosial kecil yang jika dibiarkan, bisa membentuk kultur kota yang permisif.


Inilah misi yang diusung oleh Program Sekolah Taat Peraturan Daerah (SATU ARAH), gagasan kolaboratif antara Pemerintah Kota Banjarmasin dan Satpol PP. Program ini bukan sekadar sosialisasi pasif, melainkan edukasi aktif ke sekolah-sekolah, langsung dari para pemimpin kota.


“Kenapa kami mulai dari pelajar SMP, Karena di usia inilah karakter terbentuk. Kita ingin mereka tumbuh dengan kesadaran, bukan karena takut sanksi, tapi karena tahu apa yang mereka lakukan berdampak pada wajah kota,” ujar Hj. Ananda saat ditemui usai kegiatan.


Program ini mulai diterapkan secara bertahap dan akan diberlakukan secara resmi pada 1 Juni 2025. “Siapa pun yang tertangkap melanggar akan ditindak, tapi sanksinya masih ringan, sifatnya edukatif. Ini bukan bentuk kekerasan hukum, tapi pembentukan karakter,” tambahnya.


Di tengah pengarahan, Ananda juga menyentil aspek etika digital dan tanggung jawab sosial. Ia mengingatkan agar pelajar tidak menebar kebencian di media sosial.

"Apa yang keluar dari mulut dan jari kita itu cerminan siapa kita. Kalau kita menyebar keburukan, berarti kita sedang menunjukkan sisi buruk diri kita sendiri,” ucapnya penuh makna.


Ia juga menyinggung pentingnya pendidikan agama dan hormat kepada orang tua dan guru. “Ibu sampai ke posisi ini bukan karena pintar saja, tapi karena taat sama Tuhan dan guru. Itu kuncinya,” katanya dengan lirih.


Ananda mengajak pelajar untuk menganggap tindakan membuang sampah sebagai bentuk pahala. “Sampah itu bukan sekadar kotoran. Ia adalah pengingat tanggung jawab. Kalau kita bisa memungut sampah, itu bukan karena takut ditegur, tapi karena sadar ini bagian dari ibadah sosial.” imbuhnya.


Gerakan ini bukan hanya tentang bersih-bersih kota atau menertibkan jalanan. Ini soal membentuk generasi sadar hukum, sadar lingkungan, dan sadar sosial. Pemerintah Kota Banjarmasin mencoba masuk ke akar persoalan yaitu membentuk pola pikir sejak dini.


Dengan pendekatan langsung ke sekolah, penggunaan bahasa lugas oleh pemimpin daerah, serta kolaborasi dengan pihak sekolah dan Satpol PP, program ini menunjukkan bahwa perubahan sosial bisa dimulai dari ruang kelas.


“Kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi? Dan kalau bukan sekarang, kapan lagi” beber Hj. Ananda, menatap para pelajar yang perlahan mulai mengerti, bahwa menjaga kota tak selalu harus dengan seragam—cukup dengan kesadaran.


Kemudian, Program SATU ARAH menyasar lebih dari sekadar siswa. Kasatpol PP Kota Banjarmasin, Ahmad Muzaiyin, menekankan bahwa masalah seperti manusia silver dan sampah bukan sekadar soal estetika, tapi soal sistem sosial yang lebih dalam.


“Kita terapkan pendekatan ini di 35 SMP dan hasilnya sangat positif. Ini bukan eksperimen. Ini bagian dari strategi sosial jangka panjang,” jelas Muzaiyin.


Menurutnya, manusia silver dan pengemis jalanan bukan hanya mengganggu pandangan, tapi telah menjadi sektor informal yang berkembang karena dukungan pasif masyarakat. “Kami mencatat, mereka bisa meraup penghasilan Rp300 ribu per hari. Jadi selama masih ada yang memberi, mereka akan terus tumbuh.” tutup Muzayyin.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama